Rabu, 11 Februari 2009

“ Bahaya Taklid Buta (Kebodohan) “

“ Bahaya Taklid Buta (Kebodohan) “
Oleh: Abu Hanifah Muhammad Faishal alBantani al-Jawy, dkk

Segala Puji serta Syukur hanya milik Alloh Azza wa Jalla Rabb semesta alam, Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam, Shahabat, Keluarganya dan orang-orang yang tetap mengikuti milahnya sampai akhir zaman

Umat Islam dewasa ini masih saja bertaklid buta sekalipun zaman menuntut untuk tidak jumud (terbelakang) dalam berfikir dan berbuat. Namun ummat masih banyak mengkultus untuk melihat kebenaran mutlak ada di tangan seseorang, seperti Syaikh, Kyai, Ustadz, Guru, Artis, atau sesepuh Masyarakat, tapi dia mengagungkan mereka bukan karena ilmunya, ketika para tokoh itu sedang mengemukakan pendapat, maka itulah yang terbenar, dipegang dan di jadikan rujukkan utama dalam kajian dan pandangan hidup.

Pola pengambilan pedoman pemikiran seperti itu, layaknya membalikkan makna sumber Islam. Ia melihat sumber itu kepada tiga bagian (1) Pendapat manusia/tokoh (2) Penjelasan Sunnah Nabi/Rosululloh Shallallahu’ Alaihi Wa Sallam, tentang makna firman Alloh Ta’ala (3) Al-Qur’an & As-Sunnah. Ketika ada orang yang menentang pendapat tokoh itu, ia bereaksi untuk membela, bukan melihat benar atau salah pendapat yang merupakan hasil produk pemikiran manusia, bukan dari Alloh dan Rosululloh Shallallahu’ Alaihi Wa Sallam, serta para Salaf yaitu menurut Istilah Syar’i adalah para Shahabat Rosululloh, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan seluruh umat islam yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga hari kiamat. (Lihat Kitab Mauqifu Ibni Taimiyah Minal Asya’irah: 1/28 Oleh: Al-Allamah Al-Faqih Syaikh DR. Abdullah bin Shalih bin Shalih al-Mahmud Hafidzhahulloh Ta’ala). Tetapi cara ummat tersebut sungguh salah besar, apabila dilihat kepada statemen Rosululloh Shallallahu’ Alaihi Wa Sallam dalam banyak sabdanya, serta para as-Salafush ash-Shalih yakni Shahabat Rosululloh, tabi’in, tabi’ut tabi’in sesudahnya dan seluruh umat islam yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Rosululloh Shallallahu’ Alaihi Wa Sallam ketika hendak mengirim Muadz bin Jabal menjadi Gubernur di Yaman, mengajukan pertanyaan : (1) “ Wahai Muadz, bagaimana kamu mengatur manusia di sana (Yaman) ? “ jawab beliau, “ Aku akan mengatur manusia di sana dengan Al-Qur’an “. (2) “ Apabila tidak kamu temukan dalam Al-Qur’an?” jawab Muadz, “ aku akan mengaturnya dengan As-Sunnah”. (3) “ Apabila tidak kamu temukan dengan As-Sunnah?”, “ Aku akan mengaturnya dengan pendapat (Ijma’) Ulama Salaf”. (4) “ Apabila tidak? “, “ Aku akan mengambil dengan pendapatku sendiri”. “ Rasululloh Shallallahu’ Alaihi Wa Sallam beliau kemudian menepuk-nepuk bahu Muadz seraya bersabda, “ Kamu benar sekali! “.

Cara mengambil sikap seperti inilah yang benar. Kebenaran mutlak hanya ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah juga Ijma’ (kesepakatan) Para as-Salafush ash-Shalih yakni Shahabat Rosululloh, tabi’in, tabi’ut tabi’in sesudahnya bukan Salafiyyun serta bukan dari Firqoh (golongan) tertentu juga Hijbi (Partai) serta pemikiran dan pemahaman yang sesat yang jauh dari Manhaj (Pemahaman) as-Salafush ash-Shalih Ridwanulloh’ Ajmain. Sementara itu pendapat manusia mengandung kebenaran -relatif- yaitu bisa benar dan bisa salah. Serta bila beragumen (mengeluarkan pendapat) dengan pendapat yang salah, tentu membawa petaka yang besar.

Manusia memang diciptakan salah. Rosululloh Shallallahu’ Alaihi Wa Sallam banyak mengartikan tentang manusia dengan keterbatasannya, antara lain: Tidaklah disebut manusia kecuali dengan sifat lupa (salahnya). Itulah Islam yang murni tidak membenarkan pengkultusan seseorang, apalagi mengangkat sebagai Waliyulloh (Wali Alloh) yang banyak berbuat kejahatan angkara murka di bumi Alloh Ta’ala, Wallohu’ Ta’ala Alam Bish-Showab, Sekian semoga Risalah ini bermanfaat. Dan segala puja dan puji bagi Alloh Robb semesta alam dan shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad Ibnu Abdillah Shallallahu’ Alaihi wa Sallam dan keluarganya dan para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat. Amien Yaa’ Mujibas Sa’ilin. Nun Walqolami’ Wamaa’ Yasthurun. Barakallohu’ fiik.

Maraji’ : Kitab Kasyfu Al-Haqaaiq Al-Khafiyyah ‘Inda Mudda’i As-Salafiyyah Oleh: Syaikh Kami yang Mulia Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Faqih Muhadist Mut’ab bin Suryan Al-‘Ashimi Yahfadzhuhulloh Ta’ala.

2 komentar:

  1. Mari kita tes!

    1. Kalau lihat ada yang kritis terhadap partai, maka dikatakan sebagai kader tidak tsiqoh dan tidak taat

    2. Kalau ada berita apapun yang tidak enak langsung disebut fitnah

    3. Lalu kalau ternyata benar, disebut ghibah, kemudian dilabeli membongkar aib

    4. Setelah itu, kalau ia masih terus gencar bertanya, maka ia disebut sebagai kader yang hasad dan barisan sakit hati karena tdk diberi jabatan

    5. Kalau masih bertanya juga, maka kita menyebutkan bahwa jamaah ini bukan jamaah malaikat tapi jamaah manusia. Lalu memaklumi kemaksiatan/penyimpangan yang terjadi dalam tubuh jamaah.

    6. Kalau dia masih mengkritik lagi, maka akan ditanyakan kepada sang pengkritik SUDAH HAFAL BERAPA JUZ? SUDAH BERAMAL APA DIBANDINGKAN JAMAAH KAMI? SIAPA SIH KAMU DIBANDINGKAN PETINGGI-PETINGGI KAMI YANG LULUSAN UNIV ISLAM TERKEMUKA?

    7. Kalau masih mengkritik habis-habisan, maka akan menyerang pribadi sang pengkritik, bukan membantah argumen yg dijadikan bahan kritikan..

    8. Jika sudah tidak ada alasan untuk berkilah, maka berbagai peristiwa yang dikritik, dianggap sebagai jebakan atau konspirasi untuk menghancurkan jamaah.

    Jika anda seperti itu, apapun yang ingin anda katakan, saya katakan kepada anda, bahwa anda adalah orang yang TAKLID BUTA..

    BalasHapus