Rabu, 11 Februari 2009

“ Memahami makna pemahaman Ahlu Sunnah wal Jama’ah ”

Memahami makna pemahaman Ahlu Sunnah wal Jama’ah ”

Oleh: Abu Hanifah Muhammad Faishal al-Bantani al-Jawy.

Abu Hafshin at-Teghaly al-Jawy.

Segala Puja serta puji hanya milik Alloh Rabb semesta alam, yang menurunkan Al-Qur’an yang mulia sebagai Hujjah (petunjuk) dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia, semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam sebagai utusan Alloh dan manusia sempurna rohani dan akalnya, tinggi kedudukannya, mulia budi pekerti dan akhlaknya sehingga ucapan dan tindakan beliau menjadi panutan dan suri tauladan.

Ikhwani Fiddin Rahimakumulloh wa Iyyakum, pada tulisan ini kami akan menjelaskan tentang makna pemahaman (manhaj) baik secara bahasa (lughotan), dan istilah (ishthilahan), dan urgensi manhaj dalam kajian, manhaj berasal dari akar kata (Nahaja-Yanhaju-Nahjan, yang berarti: “ Jalan yang jelas lagi gamblang, atau secara umum berarti jalan yang lurus. Secara istilah yakni: “ Metode yang menuntun kepada pengenalan hakikat ilmu, melalui sekumpulan kaedah umum yang akan membimbing kinerja akal dan membatasi wilayah operasionalnya, hingga menghasilkan kesimpulan yang pasti”, atau secara luas berarti:

“ ketentuan dasar atau kaedah umum yang di jadikan patokan dalam Pengkajian ilmiah, dan bahkan berbagai hal (penelitian) sedangkan (Urgen), dan pentingnya (Manhaj)dalam berbagai kajian ilmu, terlebih lagi dalam beragama, adalah karena manhaj dapat memelihara keutuhan sebuah ilmu serta yang akan menuntun akal dan daya nalar, berdasarkan kaedah-kaedah pasti yang dapat menghantarkan seseorang untuk mengetahui hakikat suatu materi kajian yang sedang dibahasnya. (diambil dari Kitab Manhaj Al-istidlal ala masa’il fil I’tiqod Inda Ahlusunnah wal-jama’ah al-Muajallad Al-Awwal (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 1418M Hal:19 Oleh: Syaikh DR. Utsman’ Ali Hasan) dan Kitab Tahdzib Tashil al-Aqidah al-Islamiyyah (Riyadh: Mathaba’ah Safir, 1425H Hal:2-5 Oleh: Syaikh DR. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin).

Definisi Ahlu Sunnah wal Jama’ah ialah: “ seseorang yang berpegang teguh kepada Sunnah Rasulullah Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam dan bersepakat di atas jalannya, mereka ialah para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para ulama yang mengikuti jejak langkah mereka dengan baik serta orang-orang yang menempuh jalan beragama, sebagaimana mereka, baik dalam Aqidah, ucapan maupun dalam amal perbuatan hingga hari pembalasan, mereka adalah orang-orang yang istiqomah dalam mengikuti jalan beragama para salaful ummah, dan selalu berusaha dengan optimal untuk menjauhi kebid’ahan, mereka akan senantiasa ada disetiap tempat, dan setiap waktu, serta akan selalu tampak dan akan mendapatkan pertolongan hingga datangnya hari kiamat kelak. (manhaj Talaqqi Ahlu Sunnah/metode mengambil ilmu bagi Ahlu Sunnah ialah:

1). Menjadikan Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai dasar pijakan dalam mengambil ilmu Syar’i (Agama), yang lurus.

2). Taslim (berserah diri dengan total), terhadap nash wahyu yang berasal wahyu yang berasal dari Alloh Tabarokta wa Ta’ala, dan dari Rasul-RasulNya.

3). Tidak mendalami dengan detail (luas) berbagai masalah aqidah yang tidak ada nashnya baik dengan membahas ataupun dengan mengajarkannya.

4). Mengambil ilmu dari para ulama, sebagaimana shahabat telah merenguk ilmu tersebut dari Rasulullah, kemudian para salaf merenguknya dari shahabat, para imam dari para imam sebelumnya yang terpecaya (tsiqoh).

5). Mizan (barometer/timbangan) dalam beragama adalah Al-Kitabulloh dan as-Sunnah.

6). Iltizam (komitmen) dalam menggunakan kaedah-kaedah yang syar’i, benar dan bersih dari kerancuan, manhaj istidlal Ahlu Sunnah/metode berdalil bagi Ahlu Sunnah ialah:

A). Membatasi sumber dalil syar’i, yaitu wahyu (Al-Qur’an dan as-Sunnah). Sedangkan dalil aqliy (akal/pikiran) hanyalah sebagai penunjang dan tidak dapat digunakan secara mandiri.

B). Memperhatikan kaedah-kaedah dalam berdalil, dengan tidak membenturkan sebagian nash syar’i (Al-Qur’an dan as-Sunnah), dengan sebagian yang lainnya. Caranya: dengan mengembalikan nash yang mutasyabih kepada nash yang muhkam yang mujmal kepada yang mubayyan, yang muthlaq kepada yang muqoyyad, serta dengan menghimpun nash tentang wad, dengan wa’id, tentang An-nafyu dan Itsbat serta kaedah-kaedah lainnya.

Di ambil dari Kitab: Mabahits fil Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah wa Mawaif al-Harokah al-Islamiyyah, karya: Syaikh DR. Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql (Riyadh: Dar al-Wathon 1412H, Hal:13-14) serta Kitab Dirosat Fil al-Ahwa’ wa al-Firoq wa mawqif salaf minha, karya: Beliau juga (Riyadh: Dar Isybiliya 1424H, Hal: 297).

Sekian semoga kita sebagai umat islam selalu mendapat perlindungan dari Alloh untuk dapat mempelajari syari’at islam yang lurus….Amien ya Mujibas Saliem, Barokalloh’Fikum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar