Fatwa-23/9/2002 - Sumber : Lembaga Dakwah dan Taklim Jakarta
Disebarluaskan oleh: Yayasan Islam Al-Qolam, Rawalumbu, Bekasi Timur
Fatwa-fatwa berikut ini dikutip dari kumpulan fatwa Al-Lajnah ad-Daaimah Lil-buhuts al-Ilmiah wa al-Ifta’ Kerajaan Saudi
Download dari E-Mail: www.aldakwah.com
Tema: “Mengubah tempat untuk melaksanakan Shalat Sunnah”
Shalat Sunnah, Pindah Tempat Atau Tidak?.
Saya memperhatikan banyak orang yang berpindah tempat ketika akan melaksanakan shalat sunnah setelah shalat berjama’ah, apakah hal ini termasuk keutamaan?.
Jawab: “Sepengetahuan kami tidak ada hadist Nabi Rasullullah Shallallahu’Alaihi Wa Sallam yang menjelaskan tentang hal ini, jadi dalam hal ini seseorang bebas melakukannya. Memang Ibnu Umar melakukannya.
Setelah selesai shalat berjama’ah sebagian orang berkata: “ kamu tidak boleh shalat sunnah di tempat shalat fardhu “Betulkah pernyataan ini?.
Jawab: “Jika seorang muslim ingin melaksanakan shalat sunnah setelah shalat fardhu maka tidak mengapa ia shalat di tempatnya semula atau berpindah ke tempat lain. Dan jika ia laksanakan di rumah maka hal lebih utama.
Bacaan Keras Dalam Shalat Tahajud.
Jika seseorang ingin melaksanakan shalat tahajud apakah terlebih dahulu ia iqamat atau tidak? Dan manakah yang lebih utama: bacaanya dikeraskan atau dipelankan?.
Jawab: Pertama, Tidak ada Iqamat shalat sunnah apapun, karena tidak ada dalil yang menjelaskannya.
Kedua, Bacaan keras dalam shalat sunnah bersifat vleksibel, artinya jika bacaan keras menambah semangat bagi orang yang shalat atau shalat dilakukan dengan berjama’ah maka itu lebih baik. Namun jika bacaan pelan yang lebih menambah semangat atau takut menggangu orang di sekitarnya maka bacaan pelan lebih baik.
Shalat Sunnah Rawatib Di Rumah.
Apakah shalat sunnah rawatib lebih baik dilakuakan di masjid atau di rumah?
Jawab: Shalat Sunnah, baik rawatib maupun bukan disunnahkan dilakukan di rumah kecuali beberapa shalat sunnah yang dianjurkan dilakuakn di masjid seperti shalat tahiyyatul masjid. Rasullullah bersabda: “Shalat seseorang yang lebih utama di rumah kecuali shalat wajib”. Termasuk yang dianjurkan dilaksanakan di masjid, shalat sunnah yang dilakukan secara berjama’ah seperti shalat tarawih dan shalat gerhana. Kedua shalat ini disunnahkan dilakukan secara berjama’ah di masjid. Demikian juga shalat ‘ied dan shalat istisqa’ yang disunnahkan dilaksanakan di tanah lapang.
Menghentikan Shalat Sunnah Tatkala Shalat Fardhu Di Mulai.
Saya melihat sebagian orang menghentikan shalat sunnah ketika shalat fardhu telah dimulai, apakah hal ini diperbolehkan?
Jawab: Jika shalat fardhu telah dimulai maka tidak boleh melakukan shalat sunnah berdasarkan segi keumuman hadits Nabi Shallallahu’Alaihi Wa Sallam berikut: “Jika shalat fardhu telah dilaksanakan maka tidak ada shalat lain selain shalat fardhu”. (Hadits dengan Sanad yang Shahih Riwayat Imam Muslim). Dengan demikian, jika shalat fardhu telah dimulai dan seseorang tengah melaksanakan shalat sunnah maka ia harus menghentikan shalatnya berdasarkan hadits tersebut. Disamping itu shalat fardhu lebih utama dari shalat sunnah.
Shalat Sunnah Dengan Duduk Tanpa Uzur (Halangan).
Bagaimana hokum orang yang melakuan shalat sunnah seperti shalat sunnah ba’diyyah dengan duduk tanpa uzur Syar’i?.
Jawab: Diperbolehkan melakukan shalat sunnah dengan duduk, namun pahala yang diperoleh separuh dari shalat sunnah dengan berdiri jika ia mampu berdiri. Lain halnya dengan orang yang tidak mampu berdiri, karena sakit atau lainnya, maka pahalanya tetap sama (sempurna), berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’Alaihi Wa Sallam: “Jika seseorang menderita sakit atau berpergian, maka Alloh Tabarokta Wa Ta’ala akan mencatat baginya seperti (pahala) amal yang ia lakuakan ketika sehat dan bermukim. (7/236).
Menggabungkan Niat Dalam Satu Shalat
Bolehkah seseorang menggabungkan jadi satu antara shalat sunnah wudhu’, sunnah dzuhur dan sunnah tahiyyat masjid dikarenakan terburu-buru, Padahal dalam kondisi tidak terburu-buru ia dapat melakukannya satu persatu?.
Jawab: Jika seorang muslim berwudhu dan kemudian masuk waktu adzan dzuhur lalu ia mengerjakan shalat dua raka’at yang diniatkan tahiyyat masjid, sunnah wudhu’ dan sunnah dzuhur, maka hal itu mencukupi baginya, berdasarkan Hadist Nabi Shallallahu’Alaihi Wa Sallam: Segala amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya. (Hadits dengan Sanad Shahih Riwayat Muttafaq ‘Alaih). Namun Demikian, disunnahkan baginya melakukan shalat dua raka’at lainnya secara utuh khusus untuk shalat sunnah qabliyyah dzuhur, karena Nabi Shallallahu’Alaihi Wa Sallam. Selalu mengerjakan shalat empat raka’at sebelum dzuhur. Sekian, Wallahu ‘A’lam Bis-Showab, Baarokallohu Fiik’ (Semoga Alloh Ta’ala Merahmatimu). Tolong Artikel Agama ini di perbanyak & diperluas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar