Rabu, 11 Februari 2009

“ Menggagas Kebangkitan Islam “

“ Menggagas Kebangkitan Islam “

Oleh: Al-Ustadz Farid bin Ahmad Ukhbah, Lc, MA

(Direktur Yayasan Islamic Center Al-Islam, Bekasi)

ALLOH Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan manusia dengan dua ketentuan: ketentuan bersifat mutlak sebagai kehendak ALLOH yang disebut Iradah Kauniyah, dan ketentuan yang menghendaki menusia berjalan menuju ke jalan kebenaran, atau disebut Iradah Syar’iyyah. Dalam Iradah Kauniyyah, manusia tidak dimintai pertanggungjawaban atas kehendak ALLOH yang terjadi padanya, mengapa ia menjadi seorang pria atau wanita, mengapa muka kita seperti ini, mengapa berbadan tinggi, dan yang semacamnya.

Ketentuan kedua ALLOH, Iradah Syar’iyyah, menghendaki manusia berjalan menuju kebenaran. Untuk tujuan tersebut, ALLOH memberikan sejumlah perangkat. Pengutusan para rasul yang ditutup oleh Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam adalah salah satunya. Barang siapa yang menerima dan memegang komitmen dalam hidupnya sesuai dengan kehendak ALLOH, maka dia selamat dunia maupun akhirat (lihat An-Nahl: 97). Tapi sebaliknya, jika ia menolak dengan berpegang pada isme-isme buatan jin dan manusia, dia tersesat di dunia dan merugi di akhirat (lihat Taha: 124-126). Atas dasar itu, terjadi tarik-menarik antara kebenaran dan kebatilan. Bendera kebenaran dibawa oleh para nabi, sedang bendera kebatilan dibawa oleh para syaitan dan konco-konconya dari jin dan manusia (Al-An’am: 112). Maka, sejak iblis diusir dari neraka, dia bersumpah untuk menyesatkan seluruh manusia, kecuali hamba ALLOH yang bersyukur (Al-A’raf: 12-18). Upaya penyesatan itu berlangsung sampai hari kiamat. Maka, sejak itu terjadi dua kelompok yang saling menarik, seperti firman ALLOH Subhanahu Wa Ta’ala (yang artinya), “Orang yang beriman di jalan ALLOH, sedangkan orang-orang kafir berjuang di jalan thaghut, maka perangilah pembela-pembela syaitan, sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah.” (An-Nisa: 76).

Upaya perusakan syaitan dilakukan melalui dua arah. Pertama, fitnah syubhat berupa wacana pemikiran dan keyakinan yang berlawanan dengan kebenaran. Fitnah ini diusung oleh non-Muslim (baca: kafir) atau juga lewat orang Muslim yang berpenyakit (baca: munafik). Kedua, fitnah syahwat, dalam perilaku seksual. Jika seorang Muslim terkena salah satu fitnah tersebut atau bahkan keduanya, daya memperjuangkan Islamnya akan lumpuh.

Dalam melumpuhkan kekuatan umat Islam, musuh-musuh Islam menggunakan segala macam cara yang terus-menerus dikembangkan, baik melalui eksternal (vis to vis dengan kaum Muslimin), maupun internal (pembusukan dari dalam). Dan itu dilakukan sepanjang sejarah perjuangan umat Islam. Yaitu, sejak dari negara pimpinan Nabi, lalu dinasti Umayyah, Abbasiyyah, dinasti-dinasti lain, dan sampai yang terakhir, Utsmaniyah. Dicatat oleh Dr. Abdul Halim dalam kitabnya, Asbaabu Suquuti Tsalaatsiina Daulatin Islaamiyyah (Sebab-Sebab Kejatuhan 30 Negara Islam), bahwa kejatuhan negara-negara Islam umumnya disebabkan oleh hal-hal di atas. Mulai dari penyimpangan ideologi sampai penyimpangan moral.

Faktor Eksternal yang Menggerogoti Umat Islam

Kerja sama zionisme dan salibisme Internasional dalam menghadapi umat Islam dicatat oleh Dr. Umar al-Faruk dalam bukunya, Segi Tiga: Penjajahan, Orientalisme, dan Kristenisasi, sebagai usaha yang memporak-porandakan kekuatan umat Islam di seluruh dunia.

Kita melihat bagaimana Portugal, Inggris, dan Belanda ketika menjajah Indonesia. Ketiga hal di atas (penjajahan, orientalisme, dan kristenisasi) menjadi suatu langkah kongkrit usaha mereka yang berhasil mengangkangi umat Islam Indonesia berabad-abad. Mereka memperlakukan umat Islam semaunya, dan bagi yang menentang, dikenakan tuduhan ektrismis, fundamentalis, dan lain-lain.

Ketika penjajah sudah hengkang, peranan mereka digantikan oleh kaum intelek kita yang menjadi perpanjangan tangan para orientalis dengan mengampanyekan paham-paham mereka atas nama nasionalisme, modernisme, sekularisasi, desakralisasi, reaktualisasi, pribumisasi, dan semacamnya. Hal tersebut diungkapkan R. William Lidle dalam bukunya, Islam, Politik, dan Modernisasi. Di antara wacana-wacana itu, yang kini lumayan naik daun adalah Islam Liberal.

Perkembangan Islam Liberal telah mendominasi para intelektual kita. Greg Burton dalam bukunya, Islam Liberal di Indonesia, menyebutkan, paling tidak ada tiga nama besar pembawa gagasan paham ini di Indonesia, yaitu Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, dan Johan Effendi.

Ditinjau dari sudut pemerintahan, perjalanan peran umat Islam dipegang oleh tiga elemen. Pertama, elemen nasionalis Muslim, Soekarno, yang dilanjutkan oleh Soeharto, lalu Habibie. Mereka adalah tipe pemimpin sekuler yang mengadopsi paham Islam formalistik. Kepemimpinan model ini telah gagal menciptakan kesejahteraan umat, bahkan keadaannya termarjinalkan. Elemen kedua adalah kelompok modernis dan Islam liberal. Dibawah kepemimpinan Gus Dur (setelah Habibie), model ini terbukti gagal juga.

Terakhir, kaum kafirin khawatir akan lahirnya elemen ketiga, yang nantinya membawa kemenangan dan kesejahteraan Islam melalui kekuasaan, secara de facto dan de jure. Elemen ketiga itu mereka sebut fundamentalisme.

Roger Garraudy menyebut fundamentalisme sebagai antithesis bagi sekularisme. Sementara, mantan Presiden Amerika Richard Nixon setidaknya menginventarisasi lima pemicu munculnya kaum fundamentalis dalam Islam. Pertama, mereka yang digerakkan kebencian terhadap Barat/anti Barat. Kedua, mereka yang bersikeras mengembalikan peradaban Islam yang lalu. Ketiga, mereka yang bertujuan mengaplikasikan syariat Islam. Keempat, mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara. Kelima, mereka yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun masa depan, mereka ini bukan orang-orang konserfatif namun cukup revolusioner (Adian Husaini, Yusril Versus Masyumi, hlm. 49).

Fundamentalisme benar-benar dianggap ancaman oleh blok kafir yang dikomandoi oleh Barat. Mata dunia terbuka lebar ketika menyaksikan Sovyet yang kokoh bertekuk lutut di hadapan para mujahidin Afghanistan yang oleh mereka disebut Muslim fundamentalis. Sebuah bukti bahwa kekuatan fisik dan mesin-mesin perang tidak cukup ampuh melawan gelora jihad (mereka menyebutnya fundamentalisme). Maka, tidak heran jika kemudian tesis Samuel P. Huntington, The Class of Civilisation/Benturan Peradaban, mereka jadikan kemudi untuk menyudutkan umat Islam di seluruh dunia. Lalu, dibuatlah isu terorisme, untuk membungkam gelora jihad umat Islam sehingga ia tidak mempunyai perlawanan lagi. Betul kata Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, “Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad kecuali akan hina.”

Adapun gerakan kristenisasi, yang berjalan terus sejak masa penjajahan hingga kini, imbasnya jelas-jelas dirasakan oleh umat Islam di berbagai pelosok daerah. Grafik statistik kependudukan tentang kuantitas kaum Muslimin yang menurun drastis adalah bukti yang autentik. Padahal, Indonesia mempunyai piranti undang-undang yang melarang pemaksaan agama.

Jika memperhatikan keadaan umat Islam, akan kita dapati berbagai indikasi kemerosotan dalam hampir seluruh aspek kehidupan, baik akidah, ibadah, ataupun moralitas. Fenomena kemusyrikan terjadi di mana-mana. Di antara yang paling menonjol adalah praktik perdukunan. Ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan aliran-aliran sesat yang memanfaatkan kebodohan umat.

Dalam ibadah ritual, umat Islam masih jauh dari masjid, terutama shalat shubuh. Dari segi moralitas, sudah nyata-nyata bobrok. Sebagai ilustrasi, Jakarta yang penduduknya 80% Muslim, dengan jumlah masjid 2.400, mushalla 5.500, dan majlis taklim 6.750 (data statistik 1997), mencetak rekor tertinggi dalam peredaran narkoba skala nasional, sekitar 60% . Sedang sisanya, tersebar di wilayah-wilayah lainnya.

Budaya munafik, sikap ulama yang tidak berpihak kepada umat dalam bentuk pembodohan atas nama ketaatan, sikap para penguasa Muslim dengan komitmen Islam yang lemah, sikap masa bodoh para pengusaha Muslim dalam mengentaskan kemiskinan, dan tampilnya ulama-ulama kagetan, serta berbagai macam penyakit umat yang sudah sangat kronis, pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Yaitu, dengan melibatkan semua elemen umat Islam yang terampil untuk bangkit menyelamatkan umat dari jurang kehancuran. Dari kezaliman menuju keadilan Islam. Dari kebodohan menuju kesadaran Islam.

Dakwah sebagai Solusi bagi Problematika Umat Islam Indonesia

Jika ditinjau lebih jauh, masyarakat Muslim di berbagai pelosok Indonesia terpecah-pecah dalam berbagai sekat kelompok, organisasi, dan model dakwah variatif lainnya, dengan klaim masing-masing kelompok paling benar. Realita itulah yang menyebabkan kekuatan dakwah tercecer. Berbicara tentang dakwah, berarti berbicara risalah Islam. Sudahkah ia terimplementasi dengan baik? Seberapa jauh pemahaman da’i kita tentang metode dakwah Rasulullah? Seberapa banyak da’i yang diterjunkan ke dalam masyarakat? Setingkat apa kualifikasi mereka? Bagaimana intensitas dakwah mereka? Sejauh mana mereka dapat menghindarkan masyarakat Muslim dari keterperosokan moral? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk direnungkan, mengingat bahwa kebangkitan umat Islam dari multi-dimensi, yang dialaminya sangat bergantung pada keberhasilan peranan dakwah. Dalam tataran lokal (Indonesia), kelemahan dakwah telah sampai pada tingkat yang luar biasa, sehingga sulit mengharapkan sebuah kebangkitan Islam dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi kelemahan tersebut antara lain sebagai berikut.

  • Masih meratanya tingkat kebodohan tentang Islam.
  • Banyaknya syirik, bid’ah, khurafat, dan takhayyul.
  • Dekadensi moral yang mengerikan.
  • Permusuhan antar umat yang kerap terjadi hanya karena sebuah perbedaan.
  • Integritas pribadi para da’i yang bermasalah.
  • Masjid-masjid banyak kosong dan difungsikan hanya untuk shalat.
  • Pendidikan agama di sekolah–sekolah mengkhawatirkan.
  • Mayoritas masyarakat Muslim enggan menampakkan penampilan Islamnya.
  • Banyak daerah yang tidak terjamah dakwah, karena kurangnya da’i dan diperparah oleh penyebaran aliran sesat yang sangat luas.
  • Fanatisme tiap-tiap kelompok yang sulit dipertemukan satu sama lain.
  • Dan lain-lain.

Dan deretan masalah bisa diungkap. Itulah penyakit masyarakat yang harus diobati oleh para da’i.

By. Abu Hanifah Muhammad Faishal alBantani al-Jawy

(sumber dari situs www.alislamu.com dengan sedikit perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar